BANGKIT DARI KETERPURUKAN
Dalam kehidupan setiap individu, keterpurukan
merupakan bentuk ujian dari Allah SWT kepada hamba-Nya. Keterpurukan,
ketika menjadi sebuah kenyataan yang menimpa, tidak sedikit manusia yang
menghindarinya, bukan menghadapinya sehingga yang terjadi adalah
pelarian-pelarian yang negatif. Tetapi jika dipandang secara bijaksana dan
penuh kearifan justru akan menjadi titik awal dari sebuah kebangkitan.
Orang yang beriman tak pernah dan tak akan
meratapi musibah yang dialaminya, tetapi menghadapinya dengan jiwa tegar dan
hati lapang disertai rasa optimisme yang tinggi. Ia sadar, semua yang
menimpanya adalah ketetapan Allah yang tidak bisa ditolak kehadirannya.
Sehingga hidupnya tak pernah larut dalam kesedihan betapapun hebatnya musibah
yang dialami. Bahkan pada saatnya ia dapat memetik hikmah di balik musibah yang
ia terima itu.
Sebagaimana firman Allah SWT :
Sebagaimana firman Allah SWT :
“(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu
jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu dan supaya kamu jangan
terlalu gembira dengan apa yang diberikan-Nya kepadamu.” (QS Al Hadid (57) : 23)
Duka di sini maksudnya adalah kedukaan yang
mengakibatkan keputusasaan dan yang dimaksud gembira adalah kegembiraan yang
meluap-luap sehingga dirinya menjadi angkuh dan sombong.
Jadi
pada prinsipnya, musibah itu lebih merupakan ujian ketimbang siksaan walaupun
terasa begitu menyedihkan dan menyakitkan. Tinggi dan rendahnya keimanan dalam
hati seseorang ditentukan sampai sejauhmana ia dapat tawakal, tabah dan sabar
dalam menghadapi musibah yang dialaminya. Semakin sabar dalam menghadapinya,
semakin kokoh, kukuh dan kuatnya keimanannya. Allah SWT berfirman :
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu
dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan.
Dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang
yang apabila ditimpa musibah mereka mengucapkan, Inna lillahi wa innaailaihi
raaji`uun. Mereka itulah yang mendapatkan keberkahan yang sempurna dan rahmat
dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS Al Baqarah (2): 155-157)
Tawakal bukan berarti kita menyerah dan
menerima apa adanya. Tetapi kita harus berusaha sekuat tenaga mencurahkan
segala daya dan upaya sembari berdo`a baru kemudian kita menyerahkan
keputusannya kepada Allah yang Mahatahu tentang segala hal yang terbaik bagi
kita. Tapi dengan sikap optimis sangat penting untuk menyongsong hari esok yang
lebih cerah, meskipun mengalami kegagalan dan jatuh bangun, kita akan mampu
bangkit dan bangkit lagi. Kegagalan dapat dijadikan pengalaman yang berharga
untuk lebih waspada dalam meraih cita-cita. Bukankah pengalaman itu guru yang
terbaik? Bukankah kegagalan itu kesuksesan yang tertunda? Dengan sikap seperti
ini kita akan tetap memiliki tenaga dan tidak pernah putus asa dalam mengejar
cita-cita untuk tetap berusaha dengan usaha yang nyata.
Manusia hanya diwajibkan berusaha sedangkan
yang menentukan hasilnya hanyalah Allah SWT. Dialah yang Mahatahu tentang
keadaan dan masa depan kita, maka apapun yang telah diputuskan oleh Allah
itulah keputusan yang terbaik untuk kita di sisi Allah SWT. Tinggal kita bisa
menerimanya dan mapu menarik pelajaran dari semua yang terjadi. Inilah sifat
tawakal yang perlu dikembangkan.
Tawakal merupakan sikap mental yang menerima
sepenuh hati dan lapang dada atas semua keputusan Allah yang menimpa diri kita.
Sehingga apapun yang terjadi meski terasa pahit tetapi tidak pernah diratapi
ataupun menyalahkan dan perprasangka jelek terhadap Allah, karena segala yang
terjadi di bawah kehendak dan kekuasaan Allah yang Mahakuasa. Sedangkan manusia
dengan segala kelemahan dan keterbatasannya tidak bisa menolak kehendak dan
keputusan Allah. Tanpa sikap tawakal, kita tidak akan pernah bisa menerima
kenyataan dan tak bisa bersyukur atas nikmat Allah yang diberikan.
Agar kita menjadi mukmin sejati yang dapat
meraih derajat sempurna kita harus tabah dan tawakal dalam menghadapi ujian dan
cobaan yang menimpa, sebab orang beriman itu selamanya bakal diuji oleh Allah
dengan segala macam ujian. Berat dan ringannya ujian tergantung pada kadar
keimanannya. Terkadang kita suka puas dengan keimanan yang melekat dalam hati,
padahal belum tentu keimanan tersebut diterima di sisi Allah SWT sebab keimanan
itu bukan sekedar ucapan atau keyakinan saja tetapi harus direalisasikan dalam
realitas kehidupan sehari-hari. Maksudnya iman tanpa amal sholih tidak berarti,
begitu pula amal tanpa iman tidak akan diterima.
Jadi
hikmah dari ujian keimanan dapat membedakan mana orang yang imannya istiqomah
dan yang hanya pengakuan saja. Hal ini tergantung kuat dan tidaknya menerima
berbagai ujian sebagai konsekuensi dari keimanannya. Allah SWT beriman :
“Dan Kami sudah menguji kepada orang-orang
sebelum kamu, Sesungguhnya Allah mengetahui kepada orang-orang yang imannya
benar dan mengetahui siapa yang berbohong (dalam Keimanannya)” (QS. Al `An kabuut (29) : 3)
Keimanan yang dipunyai ibarat batu karang yang
berdiri kokoh di tengah lautan, sekalipun ombak hebat senantiasa menerjang,
namun sedikitpun tidak akan goyah.
Keimanan dan keislaman itu mengalami pasang
surut, ada saatnya meningkat dan pada saat yang lain menurun seperti sabda
Rasulullah SAW : “Yazidu wa yan qusu, bertambah dan berkurang“. Oleh
karena itu Rasulullah menganjurkan kepada umatnya agar selalu memperbaharui
keimanan dan keislaman dengan berbagai amal ibadah. Kualitas dan intensitas
ibadah dari hari ke hari harus menunjukkan
grafik meningkat. Rasulullah SAW bersabda : “Barangsiapa yang keadaan
(amalnya) hari ini lebih jelek dari hari kemarin, maka ia terlaknat.
Barangsiapa yang hari ini sama dengan hari kemarin, maka ia termasuk
orang-orang yang merugi. Dan barangsiapa yang hari ini lebih baik dari hari
kemarin, maka ia termasuk orang-orang yang beruntung.” (H.R.Bukhari)
Pada akhirnya kita akan menyadari bahwa hidup
di dunia ini hanya semata-mata karena mencari ridla Allah SWT. Sebagaimana
firman Allah SWT :
“Dan
orang-orang yang sabar karena mencari keridlaan TuhanNya, mendirikan sholat dan
menafkahkan sebagian rezeki yang kami berikan kepada mereka secara sembunyi dan
terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan, orang-orang itulah
yang mendapat tempat kesudahan (yang baik).” (QS. Ar Ra`d (13) : 22)
Kesuksesan merupakan dambaan dan idaman setiap
orang, maka tidak heran bila banyak orang ke sana ke mari pergi pagi pulang
petang demi mencari kesuksesan bahkan orang rela mengorbankan segalanya guna meraih
apa yang didambakannya itu. Tanpa kecuali, kitapun selaku muslim berharap
kesuksesan itu buktinya tak henti-hentinya kita berdo`a kepada Allah agar diberi kesuksesan hidup di dunia dan
akhirat. Akan tetapi apa yang diperolehnya kemudian bukannya kesuksesan yang
didapat melainkan kegagalan yang diterima, dengan demikian pudarlah segala
harapan, sirnalah segala impian dan sia-sialah segala pengorbanan sehingga tak
sedikit di antara kita yang frustasi dan mengalami stres berat bahkan depresi
mental karena kesuksesan yang didambakannya tak dapat diraih. Sebenarnya hal
itu tak akan terjadi bila orang itu memperhatikan kandungan ayat di atas yakni
kesuksesan dapat diraih dengan melewatinya penuh kesabaran, shalat,
mendayagunakan segala potensi diri dan selalu mengadakan perbaikan, maka hari
esok yang lebih cerah dan menjanjikan akan segera menjadi kenyataan.
By : Nurhajs (28 November 2013)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar