HUKUM
GAMBAR DAN PATUNG DALAM ISLAM
Hj.Nurhaj Syarifah,S.Ag.
PENDAHULUAN
Islam mengharamkan patung di dalam
rumah seorang muslim. Yang dimaksud adalah gambar tiga dimensi yang tidak mudah
rusak (bukan boneka atau benda-benda mainan yang tidak diagungkan).
Patung-patung yang berada di rumah itu menjadi sebab larinya malaikat darinya,
padahal malaikat adalah lambang keridhaan dan rahmat Allah Saw. Rasulullah Saw
bersabda:
لتقعد عليها وتوسدها فقال رسول الله
أحيوا
ما خلقتم ثم قال : إن البيت الذي فيه الصور لا تدخله الملائكة . متفق عليه
Artinya : “Sesungguhnya malaikat tidak masuk ke rumah yang ada patung-patungnya.”
Artinya : “Sesungguhnya malaikat tidak masuk ke rumah yang ada patung-patungnya.”
(HR. Bukhari Muslim)
Para ulama mengatakan, “Malaikat tidak mau masuk ke rumah
yang ada patungnya karena pemiliknya menyerupai orang-orang kafir. Mereka
memakai dan mengagungkan gambar-gambar di rumahnya. Karena itulah malaikat
tidak senang kepadanya. Mereka enggan masuk ke rumahnya dan lari darinya.”
Para ulama mengatakan bahwa penyebab terhalanginya mereka
memasuki rumah yang di dalamnya terdapat gambar makhluk bernyawa adalah karena
itu merupakan perbuatan maksiat yang sangat keji yang terdapat penyerupaan
terhadap ciptaan Allah dan sebagian gambar-gambar itu diibadahi selain kepada
Allah Ta’ala. Islam juga mengharamkan seorang muslim bekerja dalam sektor
tersebut.
Islam menyeru untuk seluruh umat
manusia agar beribadah kepada Allah saja, dan menghindarkannya dari penyembahan
kepada selain Allah seperti para wali dan orang sholeh yang dilukiskan dalam
patung dan arca-arca. Ajakan
seperti ini sudah lama terjadi sejak Allah mengutus Rasul-rasulnya untuk
memberikan petunjuk kepada manusia.
Firmannya
:
ولقد بعثنا في كل أمة رسولا أن اعبدوا الله واجتنبوا الطاغوت
Artinya :“Sesunguhnya kami telah mengutus
Rasul pada setiap umat (yang berseru) sembahlah Allah dan tinggalkan thaghut
itu.” (An Nahl : 36).
PEMBAHASAN
Hukum Memasang Gambar Makhluk Bernyawa
Syeikh Yusuf al Qaradhawi mengatakan
bahwa hukum dari gambar-gambar dan lukisan-lukisan seni yang dilukis di
lembaran-lembaran seperti kertas, pakaian, gordin, dinding, lantai, uang dan
sebagainya adalah tidak jelas, kecuali setelah kita ketahui gambar itu sendiri
untuk tujuan apa? Dimana
dia diletakkan? Bagaimana dia dibuat? Dan apa tujuan pelukisnya?
Rasulullah Saw bersabda: “Yang dimaksud
gambar makhluk bernyawa itu adalah kepalanya, maka jika telah dipotong
kepalanya, maka tidak dikatakan gambar makhluk bernyawa.” Hadits ini pada sanad
Ibnu Abbas adalah shahih, sampai kepadanya secara mauquf.
Apabila lukisan seni itu untuk sesuatu
yang disembah selain Allah—seperti Al Masih bagi orang-orang Nasrani dan sapi
bagi orang-orang Hindu—dan sebagainya, maka orang yang melukisnya dengan maksud
dan tujuan seperti ini tidak lain adalah kafir yang menyebarkan kekafiran dan
kesesatan, dan hal ini berlaku baginya ancaman yang keras dari Rasulullah saw:
Artinya :”Sesungguhnya orang yang paling keras siksanya pada hari kiamat
ialah para pelukis” (HR.Muslim)
Ath
Thabari mengatakan bahwa yang dimaksud di sini adalah orang yang melukis
sesuatu yang disembah selain Allah sedang dia mengetahui dan sengaja. Dengan
demikian menjadi kafir. Adapun orang yang melukis dengan tidak bermaksud
seperti itu maka dia telah melakukan dosa dengan sebab menggambar itu saja.” Hal yang hampir sama adalah orang
yang menggambar sesuatu yang tidak disembah, tetapi bermaksud menandingi
ciptaan Allah, yakni dia beranggapan bahwa dia dapat membuat dan menciptakan
model terbaru sebagaimana Allah swt. Maka dengan tujuan seperti ini berarti dia
telah keluar dari tujuan agama tauhid, sebagaimana disebutkan dalam sebuah
hadits Qudsi, ”Siapakah yang lebih zhalim daripada orang yang hendak menciptakan
seperti ciptaan-Ku? Oleh karena itu cobalah dia membuat biji atau atom.”
Diantara seni gambar yang diharamkan ialah melukis atau
menggambar orang yang disucikan dalam konteks keagamaan atau diagung-agungkan
secara keduniaan :
1.
Gambar para nabi, malaikat dan orang-orang shaleh seperti Nabi Ibrahim, Ishaq,
Maryam dan lainnya.
2.
Gambar para raja, pemimpin, seniman, hal ini lebih kecil dosanya dari yang
pertama. Namun dosanya menjadi lebih besar jika yang dilukisnya adalah orang
kafir, zhalim atau fasiq.
Adapun gambar-gambar atau
lukisan-lukisan yang tidak bernyawa, seperti : tumbuhan, pohon, laut, kapal,
gunung, matahari, bulan, bintang dan sebagainya maka tidaklah berdosa bagi
orang yang menggambar atau melukisnya.
Apabila ia adalah gambar-gambar bernyawa namun tidak
untuk disucikan, diagungkan atau menandingi ciptaan Allah—sebatas untuk
keindahan saja—maka ini tidak diharamkan. Dan tentang hal ini terdapat dalam
sejumlah hadits shahih.
Imam Muslim meriwayatkan didalam shahih-nya dari Busr bin
Said dari Zaid bin Khalid dari Abu Thalhah bahwa Rasulullah saw bersabda,
”Sesungguhnya malaikat tidak akan masuk kedalam rumah yang didalamnya terdapat
lukisan.”
Busr berkata, ”Sesudah itu Zaid jatuh sakit, lalu kami
menjenguknya. Tiba-tiba di pintunya terdapat gordin yang ada lukisannya. Lantas
aku bertanya kepada Ubaidillah bin al Khaulani, anak tiri Maimunah, Istri
Rasulullah saw (yang sedang bersama Zaid),’Bukankah Zaid telah memberitahukan
kepada kita tentang gambar pada hari pertama ?’ Ubaidilah menjawab, ’Apakah
engkau tidak mendengar ketika dia berkata, ’Kecuali lukisan pada kain.”
Tirmidzi meriwayatkan dengan sanadnya
dari Utbah bahwa dia pernah menjenguk Abu Thalhah al Anshari, lalu
didapatkannya Sahl bin Hanif (seorang sahabat yang lain) sedang berada di sisinya.
Kemudian Abu Thalhah meminta untuk
melepas kain hamparan (seprei) yang ada diabawahnya karena ada gambarnya.
Kemudian Sahl bertanya kepadanya, ”Mengapa engkau lepas?’ dia menjawab,’karena
ada gambarnya. Sedangkan Nabi saw bersabda mengenai hal ini sebagaimana engkau
telah mengetahuinya.’ Sahl berkata,’Bukankah beliau yang bersabda, ’Kecuali
lukisan yang ada pada kain?’ Abu Thalhah menjawab,’Ya, tapi dengan melepas
seprei ini hatiku lebih senang.” Tirmidzi berkata, ”Ini adalah hadits hasan
shahih.”
Kedua hadits ini menunjukkan bahwa yang diharamkan adalah
gambar yang berbodi atau biasa disebut dengan patung. Adapun gambar-gambar atau
lukisan-lukisan di papan, pakaian, lantai, tembok dan sebagainya maka tidak
terdapat nash yang shahih dan sharih (jelas dan tegas) yang mengharamkannya.
Memang ada beberapa hadits shahih dimana Rasulullah saw
hanya menunjukkan ketidaksenangannya saja terhadap gambar semacam ini karena
menyerupai gaya hidup orang yang suka bermewah-mewahan dan gemar dengan sesuatu
yang rendah nilainya, seperti hadits yang diceritakan oleh Aisyah bahwa
Rasulullah saw keluar dalam salah satu peperangan, lalu saya membuat gordin
(yang ada gambarnya) lantas saya tutupkan pada pintu. Ketika beliau datang dan
melihat gordin, saya melihat tanda kebencian di wajah beliau, lantas beliau
melepas gordin itu dan kain itu disobek atau dipotongnya seraya berkata,”Sesungguhnya
Allah tidak menyuruh kita mengenakan pakaian pada batu dan tanah.’ Aisyah berkata,’Lalu kami potong dan
kami buat dua buah bantal, dan kami isi dengan sabut, dan beliau tidak mencela
tindakan saya tersebut.”
Al Bukhari berkata bahwa: Ali bin ‘Abdillah telah
memberikan hadits kepada kami, ia berkata : Aku telah mendengar Abdurrahman bin
Qasim berkata : Aku mendengar dari bapakku, dia mengatakan “Aku mendengar
‘Aisyah berkata, “Rasulullah datang dari safar, maka aku telah menutupi bilikku
dengan kain tipis (tirai), aku lupa bahwa pada tirai itu terdapat gambar
makhluk bernyawa, tatkala Rsulullah melihatnya maka menyobeknya, kemudian
Rasulullah Saw bersabda :
أشد الناس عذابا يوم القيامة الذين يضاهئون بخلق الله (الرسام
والمصورن يشابهون خلق الله). متفق عليه
Artinya: “Sesungguhnya di antara orang-orang yang paling berat
siksaannya di hari kiamat adalah orang-orang yang menandingi ciptaan Allah.
“ (HR.Bukhari Muslim)
Kemudian `Aisyah berkata,”Lalu aku memotongnya menjadi
sebuah atau dua buah bantal.
Para ulama tentang hadits mengenai penyobekan kain yang
terdapat gambar makhluk bernyawa dan dijadikan bantal-bantal dan hadits bahwa
Rasulullah mau menggunakan bantal tersebut. Karena ada kemungkinan bahwa ‘Aisyah
ketika memotong tirai penutup tersebut persis pada tengah-tengah gambar,
sehingga gambar tersebut keluar dari bentuk aslinya (tidak berbentuk makhluk
hidup lagi).
Perkataan Ulama
tentang haramnya patung dan gambar
Diriwayatkan dalam hadits bahwa
malaikat jibril tidak mau memasuki rumah Rasulullah Saw, karena ada patung di
rumahnya. Pada hari berikutnya tidak mau masuk lagi hingga beliau mengatakan,
“Perintahkan agar patung itu dipotong hingga seperti pohon.” Atas dasar hadits
itu, sebagian ulama mengatakan bahwa patung yang diharamkan adalah patung yang
utuh, sedangkan apabila tubuhnya tidak lengkap, yang tidak lengkap itu tidak
mungkin bisa dibayangkan bisa hidup, maka boleh-boleh saja hukumnya mubah.
Dalil yang paling jelas mengenai patung sebagai gambar orang
shalih adalah hadits riwayat Bukhari dari Ibnu Abbas dalam menafsirkan firman
Allah :
وَقَالُوا لَا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا
وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا(23) وقد أضلوا كثير
Dan mereka berkata : “Dan jangan sekali-kali kamu meninggalkan
(penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula meninggalkan “wadd, suwa,
yaghuts, ya’uq dan nasr, dan sungguh mereka telah menyesatkan kebanyakan
manusia.” (Surat Nuh : 23-24).
Kata Ibnu Abbas : “Itu semua adalah nama-nama orang
shaleh dari kaum Nabi Nuh , ketika mereka mati setan membisiki mereka agar
membuat patung-patung mereka di tempat-tempat duduk mereka dan memberi nama
patung-patung itu dengan nama-nama mereka. Kaum itu melaksanakannya. Pada waktu itu belum disembah,
setelah mereka mati dan ilmu sudah dilupakan, barulah patung-patung itu
disembah orang.”
Kisah
ini memberikan pengertian bahwa sebab penyembahan selain Allah, adalah
patung-patung pemimpin suatu kaum. Banyak orang yang beranggapan bahwa patung,
gambar-gambar itu halal karena pada saat ini tidak ada lagi yang menyembah
patung.
Pendapat
itu dapat dibantah sebagai berikut :
1. Penyembahan patung masih ada pada
saat ini, yaitu gambar Isa dan bunda Maryam di gereja-gereja sehingga orang Kristen menundukkan kepala
kepada salib. Banyak juga gambar Isa itu dijual dengan harga tinggi untuk
diagungkan, digantungkan di rumah-rumah dan sebagainya.
2.
Patung para pemimpin negara maju dalam materi tetapi mundur
di bidang rohani, bila lewat di depan patung membuka topinya sambil
membungkukkan punggungnya seperti George Washington di Amerika, patung Napoleon
di prancis, patung Lenin dan Stalin di rusia dan lain-lain.
Ide membuat patung ini menjalar ke
negara-negara Arab. Mereka membuat patung di pinggir-pinggir jalan meniru orang
kafir dan patung-patung itu masih dipasang di negeri arab maupun di negeri
Islam lainnya.
Alangkah baiknya jika dana untuk
membuat patung itu dipergunakan untuk membangun masjid, sekolah, rumah sakit
santunan sosial yang lebih bermanfaat.
3.
Patung-patung
semacam itu lama-kelamaan akan disembah orang seperti yang terjadi di Eropa dan
Turki. Mereka sebenarnya telah ketularan warisan kaum Nabi Nuh yang mempelopori
pembuatan patung pamimpin-pemimpin mereka yang pada mulanya hanya sekedar
kenang-kenangan penghormatan kepada pemimpinnya yang akhirnya berubah mejadi
sesembahan.
4.
Rasululloh
Shalallahu 'alaihi wassalam sungguh telah memerintahkan Ali bin Abi Tholib
dengan sabdanya :
لا تدع تمثالا إلا طمسته ولا قبرا
مشرفا إلا سويته. رواه مسلم
Artinya :“Jangan kau biarkan patung-patung itu sebelum kau hancurkan
dan jangan pula kau tinggalkan kuburan yang menggunduk tinggi sebelum kau
ratakan.” (riwayat Muslim).
Al Hafidz
mengatakan : “Kata Al Khathabi : ‘Dan gambar yang menghalangi masuknya
(malaikat) ke dalam rumah adalah gambar yang padanya terpenuhi hal-hal yang
haram yakni gambar-gambar yang bernyawa yang tidak terpotong kepalanya atau
tidak yang diibadahi di samping Allah, selain gambar itu mudah menimbulkan
fitnah bagi yang memandangnya.”
Imam An Nawawi
mengatakan (dalam syarah Muslim): “ Sahabat-sahabat Kamidan para ulama selain
mereka mengatakan bahwa haramnya membuat gambar hewan adalah sekeras-kerasnya
pengharaman. Ini termasuk dosa besar karena ancamannya juga amat besar, sama
saja apakah dibuat untuk dihinakan atau tidak. Bahkan membuatnya jelas sekali
haram karena meniru ciptaan Allah. Sama saja apakah itu dilukis pada pakaian,
permadani, mata uang, dinding dan lainnya. Adapun menggambar pepohonan dan
sesuatu yang tidak bernyawa, tidak diharamkan. Inilah hakekat hukum menggambar.
Sedangkan gambar hewan (yang bernyawa), jika digantung (ditempel) di dinding,
sorban dan apa-apa yang tidak termasuk tindakan menghinakannya, maka jelas itu
haram. Sebaliknya bila dibentangkan dan dipijak sebagai alas kaki atau sebagai
sandaran dan sebagainya, maka tidaklah haram (sampai ia katakan) dan tidak ada
bedanya dalam hal ini apakah berjasad (bayangan/tiga dimensi) atau tidak.
Sebagian salaf
ada yang mengatakan bahwa pelarangan itu. Jika ia (gambar) mempunyai bayangan
sedangkan selain itu tidak apa-apa. Ini adalah madzab yang batil, sebab sesungguhnya
tirai yang diingkari Nabi Muhammad Saw itu ada gambarnya (yang tidak diragukan
lagi bahwa itu tercela) dan gambar yang di tirai itu ada gambarnya (yang tidak
diragukan lagi bahwa itu tercela) dan gambar di tirai itu bukanlah gambar yang
ada ‘bayangan’ (tiga dimensi).
Berkata Syaikh
bin Baz: “Bagi yang memperhatikan hadits-hadits tersebut akan (melihat) jelas keumuman
haramnya gambar (dan membuatnya) tanpa kecuali.”
Hikmah
diharamkannya Patung Islam tidak mengharamkan sesuatu
kecuali ada bahaya yang mengancam agama, akhlak dan harta manusia. Orang Islam
yang sejati adalah yang tanpa reserve menerima perintah Allah dan Rasulnya
meskipun belum mengerti sebab atau alasan perintah Allah tersebut.
Agama melarang patung dan gambar karena banyak mendatangkan
bahaya seperti :
1.
Dalam
agama dan aqidah
Patung dan gambar merusak aqidah
orang banyak seperti orang Kristen menyembah
patung Isa dan bunda Maryam serta
salib. Orang Eropa dan Rusia menyembah patung pemimpin mereka, menghormati dan
mengagungkannya. Orang-orang Islam telah meniru orang eropa membuat patung
pemimpin mereka baik di negeri Islam Arab maupun bukan Arab.
Para Ahli tariqat dan tasawwuf kemudian
membuat pula gambar guru-guru mereka yang diletakkan di muka mereka pada waktu
shalat dengan maksud menerima bantuan kepada patung atau gambar untuk
mengkhusyu’kan shalatnya.
Demikian
pula yang diperbuat oleh para pencinta nyanyian. Mereka menggantungkan gambar
para penyanyi untuk diagungkan. Begitu pula para penyiar radio pada waktu
perang dengan yahudi tahun 1967 berteriak :
“maju
terus ke depan, penari fulan dan fulanah bersamamu,” seharusnya ia berseru : “Maju terus,
Allah bersamamu.”
Karena
itu maka tentara Arab kalah total, sebab Allah tidak membantu mereka. Demikian
juga penari-penyanyi yang mereka sebut-sebut pun tidak kunjung memberikan
bantuan apapun.
Harapanku
semoga bangsa Arab mengambil pelajaran dari kakalahan ini dan segera bertaubat
agar Allah menolong mereka.
2.
Adapun
bahaya gambar dalam merusak akhlak generasi muda sangat nyata.
Di jalan-jalan utama terpampang
gambar-gambar penari telanjang yang memang sangat digandrungi oleh mereka,
sehingga dengan sembunyi atau terang-terangan mereka berbuat keji yang merusak
akhlak mereka. Mereka sudah tidak lagi mau memikirkan agama dan negara, jiwa
kesucian, kehormatan dan jihad sudah luntur dari jiwa mereka.
Demikianlah
gambar-gambar itu menghias poster-poster, majalah dan surat kabar, buku iklan
bahkan di pakaian pun gambar porno itu sudah dipasang orang, belum lagi apa
yang disebut blue film.
Ada
lagi model karikatur yang memperjelek gambar makhluk Allah dengan hidung
panjang, kuping lebar dan sebagainya, padahal Allah menciptakan manusia dalam
bentuk yang paling bagus.
3.
Adapun
secara material
Bahaya gambar sudah jelas dan tidak
perlu dalil lagi. Patung-patung itu dibuat dengan biaya mahal sampai jutaan
rupiah, dan banyak orang membelinya untuk digantung di dinding rumah, demikian
pula lukisan-lukidan orang tua yang telah meninggal dibuat dengan biaya yang
tidak sedikit, yang apabila disedekahkan dengan niat agar pahalanya sampai
kepada almarhum akan lebih bermanfaat baginya.
Yang
lebih jelek lagi adalah gambar seorang laki-laki bersama isterinya waktu malam
perkawinan dipasang di rumah agar orang melihatnya. Ini seakan-akan isterinya
itu bukan miliknya sendiri tetapi milik setiap orang yang melihat.
Patung dan gambar menurut Al Qur’an
Al Qur’an secara tegas dan dengan bahasa yang sangat
jelas berbicara tentang patung pada tiga surat Al Qur’an, yakni :
1. Dalam Surat Al
Anbiyaa’ : 58 diuraikan tentang patung-patung yang disembah oleh ayah nabi
Ibrahim dan kaumnya. Nabi Ibrahim a.s. tidak menghancurkan berhala yang
terbesar pada saat berhala itu
difungsikan untuk satu tujuan yang benar.
Artinya : “
Maka dia (Ibrahim) menghancurkan (berhala-berhala itu) berkeping-keping kecuali
yang terbesar (induknya) agar mereka kembali (untuk bertanya) kepadanya.” (Surat Al
Anbiyaa’ : 58)
2. Dalam Surat
Saba’: 13 diuraikan tentang nikmat yang dianugerahkan Allah kepada Nabi
Sulaiman disebutkan bahwa patung-patung itu terbuat dari kaca, marmer dan
tembaga yang konon menampilkan para ulama dan nabi-nabi terdahulu.
Patung-patung tersebut karena tidak disembah maka ketrampilan membuatnya serta
pemilikannya dinilai sebagai bagian dari anugerah Ilahi.
Artinya :“(Para
jin) itu bekerja untuk sulaiman sesuai dengan apa yang dikehendakinya.” ( Surat Saba :
13)
3. Dalam Surat Ali
Imran : 49 diuraikan mu’jizat nabi Isa a.s. antara lain adalah menciptakan
patung berbentuk burung dari tanah liat dan setelah ditiupnya kreasinya itu
menjadi burung yang sebenarnya atas izin Allah. Di sini, karena keekhawatiran
kepada penyembahan berhala atau karena faktor syirik tidak ditemukan, maka
Allah membenarkan pembuatan patung burung oleh nabi Isa a.s.
أَنِّي أَخْلُقُ لَكُمْ مِنَ الطِّينِ كَهَيْئَةِ
الطَّيْرِ فَأَنْفُخُ فِيهِ فَيَكُونُ طَيْرًا بِإِذْنِ اللَّهِ
Artinya :“Aku
membuat untuk kamu dari tanah (sesuatu) berentuk seperti burung kemudian aku
meniupnya, maka ia menjadi seekor burung seizin Allah.” (Surat Al Imran :49)
4. Dalam Surat Al
A’raaf : 74 diuraikan tentang kaum nabi Shaleh terkenal dengan keahlian mereka
memahat serta ahli dalam bidan membuat relief-relief yang mereka buat begitu
indah bagaikan sesuatu yang hidup menghiasi gunung-gunung tempat tinggal
mereka.
Artinya : “Dan
ingatlah ketika Dia menjadikan kamu khalifah-khalifah setelah kaum ‘Ad dan
menempatkan kamu di bumi. Di tempat yang datar kamu dirikan istana-istana dan
di bukit-bukit kamu pahat menjadi rumah-rumah. Maka ingatlah nikmat-nikmat
Allah dan janganlah kamu membuat kerusakan di bumi.” (Surat Al A’raaf : 74)
Islam tentang seni pahat atau patung dalam tafsir al
Misbah menafsirkan ayat-ayat yang berbicara tentang patung-patung Nabi Sulaiman
menegaskan bahwa Islam mengharamkan patung karena sangat tegas dalam
memberantas segala bentuk kemusyrikan yang demikian mendarah daging dalam jiwa
orang-orang Arab serta orang-orang selain mereka ketika itu. Sebagian besar
berhala adalah patung-patung, maka Islam mengharamkannya karena alasan tersebut
bukan karena dalam patung terdapat keburukan tetapi karena patung itu dijadikan
sarana bagi kemusyrikan. Atas dasar inilah hendaknya dipahami hadits-hadits
yang melarang menggambar atau melukis dan memahat makhluk-makhluk hidup.
Apabila seni membawa manfaat bagi manusia, memperindah
hidup dan hiasannya yang dibenarkan agama, mengabdikan nilai-nilai luhur dan
menyucikannya, mengembangkan dan memperhalus rasa keindahan dalam jiwa manusia,
maka sunnah nabi mendukung tidak menentangnya karena ketika itu telah menjadi
salahsatu nikmat Allah yang dilimpahkan kepada manusia.
Gambar dan
Patung yang diperbolehkan
1. Gambar dan lukisan
pohon, binatang
matahari, bulan, gunung, batu, laut, sungai, tempat-tempat suci seperti masjid,
Ka’bah yang tidak memuat gambar orang dan binatang, pemandangan yang indah.
Dalilnya adalah kata Ibnu Abbas Radiyallahu 'anhu :
إن كنت لا بد فاعلا فاصنع الشجر وما
لا نفس له. رواه البخاري
Arinya :“Apabila anda harus membuat
gambar, gambarlah pohon atau sesuatu yang tidak ada nyawanya.” (riwayat Bukhari).
2. Foto yang dipasang di kartu pengenal seperti paspor, SIM,
dan lain-lain yang mengharuskan adanya foto. Semuanya itu dibolehkan karena
darurat (keperluan yang tidak bisa ditinggalkan).
3. Foto pembunuh, pencuri, penjahat agar mereka dapat
ditangkap untuk dihukum.
4. Barang mainan anak perempuan yang dibuat dari kain sebangsa boneka berupa anak kecil yang dipakaikan baju dan sebagainya dengan maksud untuk mendidik anak perempuan rasa kasih sayang terhadap anak kecil. Aisyah Radhiyallahu ‘anha berkata :
4. Barang mainan anak perempuan yang dibuat dari kain sebangsa boneka berupa anak kecil yang dipakaikan baju dan sebagainya dengan maksud untuk mendidik anak perempuan rasa kasih sayang terhadap anak kecil. Aisyah Radhiyallahu ‘anha berkata :
كنت ألعب بالبنات عند النبي r. رواه البخاري
Artinya“Saya bermain-main dengan boneka berbentuk anak perempuan di depan Nabi r.”
Artinya“Saya bermain-main dengan boneka berbentuk anak perempuan di depan Nabi r.”
(riwayat
Bukhari).
Imam Syaukani
mengatakan, hadits ini adalah dalil dibolehkannya anak-anak kecil bermain
boneka patung. Mainan anak kecil berupa boneka, ada yang berbentuk harimau,
kucing, panda atau binatang lainnya. Boneka patung ini akan segera rusak karena
dipakai sebagai mainan mereka. Yang semisal dengan permainan anak-anak itu
adalah patung-patung kue yang tidak lama kemudian akan segera dimakan.
Tidak boleh
membeli mainan negara asing untuk anak-anak, terutama mainan yang membuka aurat
sebab anak-anak akan menirunya yang berakibat merusak akhlak serta pemborosan
dengan membelanjakan kekayaan untuk negara asing dan negara yahudi.
5. Diperbolehkan gambar yang dipotong kepalanya sehingga
tidak menggambarkan makhluk bernyawa lagi seperti benda mati.
Malaikat Jibril
berkata kepada Rasulullah Saw mengenai gambar :
“Perintahkanlah orang untuk memotong
kepala gambar itu, dan perintahkanlah untuk memotong kain penutup (yang ada
gambarnya) supaya dijadikan dua bantal yang dapat diduduki.” (shahih,
riwayat Abu Daud).
Hukum Fotografi
Syeikh Yusuf al Qaradhawi menganggap bahwa fotografi
merupakan hal baru dan belum ada pada masa Rasulullah saw ataupun Ulama Salaf,
lalu apakah bisa disamakan dengan hukum menggambar dan melukis?
Pihak yang membatasi keharamannya pada gambar berbodi
tidak mempermasalahkan fotografi ini sama sekali, apalagi jika gambarnya tidak
utuh. Akan tetapi pihak lain mempersoalkan, apakah fotografi ini dapat
dikiaskan dengan menggambar menggunakan kuas ? atau apakah illat (alasan) yang
ditetapkan beberapa hadits tentang akan disiksanya para pelukis—yaitu karena
hendak menandingi ciptaan Allah—itu dapat diberlakukan pada fotografi ? Sebagaimana
dikatakan oleh para ahli ushul fiqih, apabila illat-nya tidak ada maka ma’lul
(yang dihukumi) pun tidak ada.
Syeikh al Qaradhawi mengutip fatwa yang disampaikan
Syeikh Bukhait, Mufti Mesir didalam risalahnya yang menjawab tentang
permasalahan ini dengan mengatakan bahwa pengambilan fotografi—yakni menahan
bayangan dengan menggunakan sarana yang sudah dikenal di kalangan orang-orang
yang berprofesi demikian—sama sekali tidak termasuk gambar yang dilarang. Karena
menggambar yang dilarang itu adalah mewujudkan dan menciptakan gambar yang
belum diwujudkan dan diciptakan sebelumnya, sehingga bisa menandingi makhluk
ciptaan Allah. Sedangkan
tindakan ini tidak terdapat dalam pengambilan gambar melalui alat fotografi
(tustel) tersebut.
Demikianlah,
meskipun ada orang yang cenderung bersikap ketat dalam semua masalah gambar,
dan membenci semua jenisnya, termasuk fotografi. Tetapi tidak diragukan lagi
adanya rukhshah (keringanan) pada gambar atau foto yang diperlukan dan untuk
kemaslahatan, seperti foto kartu jati diri, paspor, foto identitas dan lainnya
yang tidak dimaksudkan untuk diagung-agungkan atau dikhawatirkan merusak
akidah. Karena kebutuhan terhadap foto-foto ini lebih besar dan lebih penting
daripada sekedar membuat lukisan pada kain yang dikecualikan Nabi saw.
Suatu hal yang tidak diragukan lagi
adalah; bahwa semua persoalan-persoalan semua masalah gambar dan menggambar
yang dimaksud adalah gambar-gambar yang dipahat atau dilukis. Adapun masalah
gambar yang diambil dengan menggunakan sinar matahari atau yang kini dikenal
dengan nama fotografi, maka ini adalah malah baru yang belum pernah terjadi
pada masa atau zaman Rasulullah SAW dan ulama-ulama salaf, oleh karena itu,
apakah hal ini dapat dipersamakan dengan hadist-hadist yang membicarakan
masalah melukis dan pelukisnya, seperti dalam hal ini ada sebuah hadist yang
menerangkan bahwa Jibril a.s. pernah minta ijin kepada Rasulullah SAW. Untuk
masuk rumahnya kemudian Nabi SAW. Berkata kepada Jibril a.s.:
“Masuklah! Tetapi,Jibril menjawab: Bagaimana saya masuk
sedang di dalam rumahmu itu ada gorden yang penuh gambar! Tetapi, kalau engkau
tetap akan memakainya, maka putuskanlah kepalanya atau potonglah untuk di buat
bantal atau buatlah tikar.” (Riwayat
Nasa’I dan Ibnu Hibban)
Jibril pernah tidak mau masuk rumah Nabi SAW. Karena di
depan pintu rumahnya ada patung, hari berikutnya Jibril tetap tidak mau masuk
sehingga ia mengatakan kepada Nabi SAW.: “Perintahkan untuk memotong kepala
patung itu, sehingga menjadi seperti kepala pohon” (Riwayat Abu Daud,
Nasai, Tirmidzi, dan Ibnu Hibban).
“Sesungguhnya
orang yang paling berat siksanya nanti pada hari kiamat ialah orang-orang yang
menggambar” (Riwayat Muslim)
“Singkirkanlah
gorden itu dariku karena gambar-gambarnya selalu tampak dalam shalatku” (Riwayat Bukhari)
Terhadap
orang yang membuat patung atau gambar Rasulullah pernah bersabda:
“Siapakah
orang yang lebih berbuat zalim selain orang yang bekerja membuat seperti
ciptaan-Ku? Oleh Karena itu cobalah mereka membuat biji atau zarrah (Hadist qudsi. Riwayat Bukhari dan Muslim)
Orang
–orang yang berpendirian bahwa haramnya gambar adalah terbatas pada yang
berjasad (patung), maka foto bagi mereka bukan apa-apa, lebih-lebih kalau tidak
sebadan penuh. Tetapi, orang yang berependapat lain, apakah foto semacam ini
dapat dikiasakan dengan gambar yang dilukis dengan menggunakan kuas? Atau
apakah barangkali illat (alasan) yang telah di tegaskan dalam hadist masalah
pelukis, diharamkannya melukisa lantaran menandingi ciptaan Allah – tidak dapat
diterapkan pada fotografi ini? sedangkan menurut ahli-ahli usul fiqih kalau
illatnya itu tidak ada, yang dihukum pun (ma’lulnya) tidak ada.
Jelasnya
persoalan ini adalah seperti yan pernah difatwakan oleh syekh Muhammad Bukhait,
mufti Mesir, bahwa fotografi itu merupakan penahanan bayangan dengan suatu alat
yang telah dikenal dengan tehnik “Tustel” atau “Camera”. Cara ini sedikitpun
tidak ada larangannya. Larangan menggambar adalah mengadakan gambar yang semula
tidak ada dan belum dibuat sebelumnya yang bisa menandingi (makhluk) ciptaan
Allah, sedang pengertian semacam ini tidak terdapat pada gambar yang diambil
dengan alat tustel.
KESIMPULAN
- Jenis gambar yang sangat di haramkan adalah gambar yang disembah selain Allah, seperti Isa al-Masih dalam agama Kristen. Gambar seperti ini dapat membuat pelukisnya kufur kalau dia lakukan itu dengan penuh pengetahuan dan kesengajaan. Begitu juga dengan pembuat patung, dosanya akan sangat besar apabila dimaksudkan untuk diagung-agungkan dengan cara apapun. Termasuk juga terlibat dalam dosa, orang-orang yang bersekutu dalam hal tersebut.
- Termasuk juga berdosa orang yang melukis sesuatu yang tidak disembah, tatapi bertujua untuk menandingi ciptaan Allah. Yakni dia beranggapan dapat membuat model baru dan membuat seperti pembuatan Allah. Hal ini dapat membuat kufur, hal ini, tergantung pada niat pelukisnya sendiri.
- Di bawah lagi termasuk patung-patung yang tidak disembah, tapi untuk diagung-agungkan, seperti patung raja-raja, kepala Negara, atau para pemimpin yang dianggap keabadian mereka itu dengan didirikan monument-monumen yang dibangun dilapangan-lapangan dan sebagainya. Dosanya sama saja, baik patung itu setengah badan atau sebadan penuh.
- Di bawahnya lagi patung binatang-binatang dengan tidak ada maksud untuk disucikan atau diagung-agungkan, dikecualikan patung mainan anak-anak dan yang terbuat dari bahan makanan seperti manisan dan sebagainya.
- Selanjutnya, ialah di papan yang oleh pelukisnya atau pemiliknya sengaja diagung-angungkan seperti gambar para penguasa, dan pemimpin, lebih-lebih kalau gambar itu dipancangkan atau digantung. Lebih kuat lagi haramnya apabila yang digambar itu orang zalim, ahli fasik dan golongan anti Tuhan. Mengagungkan mereka ini berarti meruntuhkan Islam.
- Di bawah itu ialah gambar binatang yang tidak bermaksud untuk diagung-agungkan , tetapi dianggap sebagai suatu pemborosan, misalnya, gambar di dinding dan sebagainya. Ini hanya termasuk yang dimakruhkan.
- Adapun gambar pemandangan, misalnya, pepohonan, kurma, lautan, perahu, gunung, dan sebagainya, tidak ada dosa sama sekali baik si pelukis atau yang menyimpannya, selama gambar tersebut tidak menjauhkan pemilik nya dari ibadah dan pemborosan. Kalau sampai demikian, maka hukumnya makruh.
- Adapun fotografi pada prinsipnya mubah, selama tidak mengandung objec yang diharamkan, seperti disucikan oleh permiliknya secara keagamaan atau disanjung-sanjung secara keduniaan. Lebih-lebuh kalau yang disanjung itu orang-orang fasik, misalnya golongan penyembah berhala, komunis, dan seniman-seniman yang telah menyimpang.
- Terakhir, apabila patung dan gambar yang diharamkan itu bentuknya telah diubah dan direndahkan (dalam bentuk gambar), maka dapat pindah dari lingkungan haram menjadi halal. Seperti gambar-gambar di lantai yang bias diinjak-injak oleh kaki dan sandal.
SENARAI PUSTAKA
Bahreisy Salim, Tarjamah Riadus Shalihin I,
PT.Al Ma’arif, Bandung, 1987.
Bahreisy Salim, Tarjamah Riadus Shalihin II,
PT.Al Ma’arif, Bandung, 1987.
Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya Al Jumanatul Ali
(Seuntai Mutiara Yang Maha Luhur), J-Art Anggota IKAPI, 2003.
Departemen Agama RI, Al Qur’an Terjemah
Perkata, Sygma, Syaamil Al Qur’an, Bandung, 2007.
Departemen Agama RI, Qur`an Tajwid dan
terjemahnya, Maghfirah Pustaka, Jakarta, 2006.
Kerajaan Arab Saudi. Al Qur’an dan
Terjemahnya, Asy Syarif Medinah Munawwarah, 1418 H.
MA. Mahfudh Sahal, Nuansa Fiqh Sosial,
Cet II, LkiS Yogyakarta, 2003.
Majid A. Hasyim Husaini, Syarah : Riyadush
Shalihin 2, Pustaka Islam, Surabaya,
1988.
Majid A. HasyimHusaini, Syarah : Riyadush
Shalihin 3, Pustaka Islam, Surabaya,
1988.
Martin Richard C., Pendekatan Kajian Islam
dalam Studi Agama, Cet II,
Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2002.
Muhammad Syaikh bin Jamil Zainu, Bimbingan Islam untuk
Pribadi dan Masyarakat, Depag Saudi Arabia.
Muhammad Tengku Hasbi Ash Shiddiqy, Tafsir Al Qur`anul Majid An Nur 4,
PT.Pustaka Rizki Putra, Cet II, Semarang, 1995.
Muhammad Teungku Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah dan
Pengantar Ilmu Hadits, Pustaka Rizki Putra, Cet Kedua, 2009.
Qardhawi Yusuf, Halal Haram dalam Islam,
Cet.III, Era Intermedia, Solo, 2003.
Shihab M. Quraish, Al Misbah (Pesan, Kesan
dan Keserasian Al Qur’an )Volume 2, cet.I, Lentera Hati, Jakarta, 2000.
Shihab M. Quraish, Al Misbah (Pesan, Kesan
dan Keserasian Al Qur’an )Volume 5, cet.I, Lentera Hati, Jakarta, 2000.
Shihab M. Quraish, Mukjizat Al Qur’an
(Ditinjau dari Aspek Kebahasaan Isyarat Ilmiah dan Pemberitaan Ghaib), Cet
III, Bandung, Mizan, 1998.
Shihab M.Quraish, Wawasan Al Qur`an: Tafsir
Maudhu`i atas Pelbagai Persoalan Umat, PT. Mizan Pustaka, Cet XVI, Bandung,
2005.
Tafsir Al -`Usyr Al-Akhir (Dari Al Qur`anul
Karim Juz 28,29,30 disertai Hukum-hukum
Penting bagi Seorang Muslim), Cet IV.
Maaaf saya mau tanya, saya suka menggambar saya hanya membuat tulisan dan juga saya menggambar wajah orang hanya untuk jual-beli apakah itu diharamkan atau tidak? tolong beritahu jawabannya mungkin selama ini saya belum tau hukumnya...
BalasHapus