animasi kursor

SELAMAT DATANG DI BERANDA KAMI


Kehidupan, kadang membuat kita tersenyum bahagia, namun tidak jarang membuat kita bermuram durja. Janganlah gundah karena semua itu hanyalah sebuah perjalanan menuju kehidupan abadi. Mari kita berbagi inspirasi, untuk menggapai kehidupan abadi yang bahagia, selamanya.

Rabu, 27 November 2013

QURBAN



BERQURBAN KARENA MENGHARAP RIDLA ALLAH SWT
Hj. Nurhaj Syarifah, S.Ag.

A.    PENDAHULUAN
Qurban berasal dari kata qurbah yang bermakna pendekatan,  sedangkan ritual qurban adalah salah satu ritual ibadah pemeluk agama Islam dimana dilakukan penyembelihan binatang ternak untuk dipersembahkan kepada Allah Swt. Ritual qurban dilakukan pada bulan dzulhijah tanggal 10 dan 11,12,13 (hari tasyrik) bertepatan dengan hari raya Idul Adha.
Secara etimologi, qurban mendekatkan diri. Secara terminologi kur  ban berarti berjuang secara benar atas dasar takwa dan sabar, baik harta, tenaga, maupun jiwa dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah serta memperoleh keridhaan-Nya. Kerapkali harta, tenaga, dan jiwa menjadi ‘korban’, belum menjadi ‘kurban.’ Hal ini lantaran dikeluarkannya bukan atas dasar takwa, sabar, dan ikhlas karena Allah. Dalam Ibadah kurban, juga bukanlah semata-mata rangkaian ritual yang hanya berdimensi spiritual. Ibadah Kurban tidak semata-mata upacara penyembelihan, tetapi merupakan ibadah yang menempa diri menjadi seorang yang berakhlak mulia.
Tujuan utama dari semua ibadah dalam Islam adalah agar menjadi orang-orang yang bertaqwa kepada Allah  Swt. Ibadah tersebut adalah sebagai sarana untuk meraih kemulian dan kecintaan Allah, termasuk juga dengan ibadah qurban. Dalam al-qur’an surat al-hajj ayat 37 Allah menjelaskan:” Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai keridlaan Allah, tetapi ketaqwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Dia menundukkannya untukmu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayahNya kepada kamu. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.” [1]

 
Ayat tersebut menjelaskan bahwa ibadah qurban adalah sarana yang dapat digunakan untuk meraih ketaqwaan. Bahkan hewan yang kita qurbankan telah sampai kepada Allah sebelum hewan tersebut jatuh ketanah pada hari penyembelihannya.
      Berqurban  merupakan salah satu syi’ar Islam dan bentuk ketaatan yang paling utama. Kurban adalah syi’ar keluhuran dan keagungan Islam. Semua agama punya syiar, tetapi tidak seindah dan seluhur syi’ar Islam. Berqurban adalah syi’ar keikhlasan dalam beribadah kepada Allah Swt semata serta realisasi ketundukan kepada perintah dan larangan-Nya. Maka dari itu, setiap muslim yang mempunyai kelapangan rezeki hendaknya ia berkurban.  Syi’ar qurban bukan ajang pamer kekayaan dan kemewahan melainkan kebanggaan dan keunggulan beribadah yang ditujukan hanya untuk Allah Swt.  Niat ibadah qurban itu hanya untuk Allah swt semata, sebagaimana disyari’atkan  dalam Al Qur’an  Surat An Nashr (108) : 2
Artinya :" Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu, dan berqurbanlah. Sesunggihnya orang-orang yang membenci dialah yang terputus. (Al Kautsar: 1-3).[2]
Maksud dalam ayat ini adalah berqurban merupakan bagian dari syari’at Islam. Hukumnya adalah sunnah muakkad (yang amat dianjurkan).  Qurban tidak boleh disertai kepentingan lain, harus hanya karena Allah Swt saja, yang tercermin dalam salah satu do’a  qurban : “ Bismillahi Wallahu akbar, Allahumma minka Walaka” Dengan nama Allah dan Allah Maha besar. Artinya : “Ya Allah ini dari-Mu dan hanya untuk-Mu.”
Namun disini ada hal yang harus diperhatikan, yaitu agar kurban seorang memiliki nilai dan makna disisi Allah maka hendaknya dia tulus dalam berkurban karena Allah dan mengikut terhadap tuntunan Nabi. Allah Ta’ala berfirman:
 قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ
Artinya :“Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam,tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).”(QS. Al An’am: 162-163)[3]
Jangan ada niatan pamer dan membanggakan diri di hadapan orang lain, namun semata-mata mencari ridho Allah. Demikian pula jangan sampai seorang berkurban atau menyembelih binatang untuk selain Allah dan menyembelih dengan menyebut nama selain Allah. Apakah dengan niatan sedekah laut, sedekah gunung, sawah dan semisalnya, karena orang yang melakukan ini mendapat ancaman kutukan dari Allah
Jadi  Implementasi dari berqurban dalam makna yang lebih luas adalah mengorbankan apa saja yang kita miliki dan apa saja yang kita cintai baik itu tenaga, ilmu, harta jabatan, posisi dan apapun yang kita miliki dalam rangka untuk mentaati dan mendekatkan diri kepada Allah swt. Tidak akan sampai kepada ketaatan yang sebenarnya sebelum mengorbankan apa yang kita cintai.
Jadi bukti cinta kita kepada Allah adalah mengorbankan apapun yang kita cintai. Dan janganlah kamu memilih yang buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya  lagi Maha Terpuji.
Memberi sekedarnya mungkin menyenangkan hati orang yang kekurangan, tapi apa yang kita lakukan itu belum menyehatkan spritual kita , penyakit cinta dunia masih bercokol dalam hati, kita masih pelit, kita masih kikir, sombong, serakah walaupun kita sudah menyembeli/membunuh binatang tapi kita belum bisa membunuh sifat kebinatangan kita. Sebagaimana Allah berfirman, yang artinya:“kamu tidak akan memperoleh kebajikan yang sempurna, sebelum kamu menginfakan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa yang kamu infakan tentang hal itu sungguh,  Allah Maha Mengetahui.” (Al Qur’an surat Ali Imran : 92).[4]
Orang yang beriman tujuan tertinggi dalam hidupnya bukanlah mereguk kesenangan duniawi, tetapi mendapatkan ridha Allah, inilah jalan tauhid Nabi Ibrahin As, para Nabi, siddiqin, syuhada shalihin. Boleh saja menikmati dunia, tapi jangan sampai melalaikan ridha Allah. Segala hal yang menghalangi ataupun menghambat perjalanan menuju ridha Allah haruslah di tinggal atau di korbankan. [5]
Seorang yang enggan berkorban di jalan Allah, menandakan hatinya telah menjadikan dunia sebagai tambatan hati. Ia telah membuat hijab sehingga perjalanan hidupnya terhenti pada atau terhambat pada sesuatu yang dicintainya itu. ia lupa bahwa ada yang mesti dituju dalam perjalanan hidup ini yang lebih penting, lebih utama dan lebih menjanjikan dari pada kesenangan duniawi.
Karena itu ada saatnya seorang harus berani mengorbankan sesuatu yang dicintainya demi meraih ridha Allah. Seorang yang mampu memberikan sesuatu yang dicintainya telah membuka penghalang hatinya untuk kian mendekat kepada Allah. Harta dunia yang di korbankan di jalan Allah itulah yang bernilai dan berharga di sisi-Nya.  Ia menjadi sarana ketaatan dan ibadah kepada Allah. Allahlah sumber kebaikan. Dengan berkorban dan mendekatkan diri kepada Allah.
Kita akan mendapatkan curahan kebaikan abadi yang banyak. Karena memang dihadapan Allah kebaikan seseorang dinilai bukan dari banyaknya sesuatau yang diambil selama di dunia ini, tetapi seberapa banyak  sesuatu yang di korbankan di sisi Allah Swt.



B.     MAKNA BERQURBAN
Orang yang beriman tujuan tertinggi dalam hidupnya bukanlah mereguk kesenangan duniawi, tetapi mendapatkan ridha Allah, inilah jalan tauhid Nabi Ibrahin As, para Nabi, siddiqin, syuhada shalihin. Boleh saja menikmati dunia, tapi jangan sampai melalaikan ridha Allah.
Segala hal yang menghalangi ataupun menghambat perjalanan menuju ridha Allah haruslah di tinggal atau di korbankan. Seorang yang enggan berkorban dijalan Allah, menandakan hatinya telah menjadikan dunia sebagai tambatan hati. Ia telah membuat hijab sehingga perjalanan hidupnya terhenti pada atau terhambat pada sesuatu yang dicintainya itu. ia lupa bahwa ada yang mesti dituju dalam perjalanan hidup ini yang lebih penting, lebih utama dan lebih menjanjikan dari pada kesenangan duniawi.
Hari selasa besoki tanggal 15 Oktober 2012 ummat Islam sedunia telah berkumpul untuk siap-siap menuju Arafah untuk wukuf. Mereka datang ke sana memenuhi panggilan Allah SWT untuk melaksanakan ibadah haji. Mereka berpakaian seragam putih-putih, datang dari segenap pelosok dunia, berbeda-beda warna kulitnya, bahasanya, kebangsaannya dan status sosialnya. Sejak mereka meninggalkan tanah air menuju Mekkah, segala atribut keduniaan telah mereka tinggalkan. Apakah itu atribut yang berupa pakaian kedinasan, bintang kehormatan, gelar kesarjanaan dan lain sebagainya.
Di sana tak ada lagi diskripsi kerena perbedaan golongan, jenis, pangkat, suku ataupun status sosial. Yang ada hanyalah pertujukan secara komunal kebersamaan dan yang memegang peranan dalam pertunjukan ini adalah masing-masing pelaksana ibadah haji tersebut. Setiap orang diantara mereka dipandang sama.
Suasana klimaks dan puncak pelaksanaan ritual dan seremonial ibadah haji ini, adalah pada tanggal 9 Dzul-Hijjah, ketika mereka melakukan wukuf di padang Arafah.
Sementara kita yang berada di tanah air yang tidak berkesempatan untuk melaksanakan ibadah Haji, juga diberikan peluang untuk memperbanyak ibadah yakni pada hari ini disunatkan berpuasa, yang disebut Puasa Arafah. Tidak ada suatu hari yang Allah lebih banyak membebaskan seorang hamba dari api neraka melainkan hari Arafah.
Agama mengajarkan bahwa semua ibadah hendaknya dilakukan semata-mata ikhlas karena Allah. Tak terkecuali ibadah haji dan ibadah kurban yang akan kita laksanakan pada tanggal 10 Zulhijjah. Karena hanya dengan niat yang terikhlaslah, akan terjamin kemurnian ibadah yang akan membawa pelaksanaannya dekat kepada Allah. Tanpa adanya keikhalsan hati, mustahil ibadah akan diterima Allah.
Dalam kaitan dengan ibadah kurban, Allah menegaskan bahwa daging hewan yang dikurbankan itu tidak akan sampai kepada-Nya hanyalah ketaqwaan pelaksana kurban itu . Jadi Allah tidak mengharapkan daging dan darah hewan kurban itu, tetapi mental ketaqwaan ini tidak akan tumbuh di hati yang bersih dan ikhlas.
Karena itu ada saatnya seorang harus berani mengorbankan sesuatu yang dicintainya demi meraih ridha Allah. Seorang yang mampu memberikan sesuatu yang dicintainya telah membuka penghalang hatinya untuk kian mendekat kepada Allah. Harta dunia yang di korbankan di jalan Allah itulah yang bernilai dan berharga di sisi-Nya.  Ia menjadi sarana ketaatan dan ibadah kepada Allah.
Allahlah sumber kebaikan. Dengan berkorban dan mendekatkan diri kepada Allah. Kita akan mendapatkan curahan kebaikan abadi yang banyak. Karena memang dihadapan Allah kebaikan seseorang dinilai bukan dari banyaknya sesuatau yang diambil selama di dunia ini, tetapi seberapa banyak  sesuatu yang di korbankan di sisi Allah Swt.
Berqurban  yang benar-benar ikhlas mencari ridla Allah Swt mengandung makna yang begitu besar bagi setiap muslim, diantaranya :
1.      BERQURBAN ADALAH KESETIAAN
Melaksanakan qurban memiliki makna yang bukan sekedar memotong hewan lalu membagikan kepada masyarakat untuk disantap. Qurban memiliki makna filosofi yang sangat mendalam, yakni  kesetiaan.

Ingat bahwa asal muasalnya perayaan Idhul Adha atau sering juga disebut sebagai Idhul Qurban adalah ketika Allah SWT menguji kesetiaan Nabi Ibrahim A.S, kepada Allah SWT dengan menyerahkan putra yang sangat dicintainya Ismail kepada Allah SWT sebagai qurban. Allah SWT ingin mengetahui hati dan perasaan Nabi Ibrahim A.S, apakah ia lebih mencintai anaknya ataukah Allah SWT.
Di jaman seperti sekarang ini, makna qurban mengingatkan manusia, apakah masih ada kesetiaan kita kepada Allah SWT, apakah didalam kita beribadah kita masih bertransaksi dengan Allah SWT dengan mengharapkan imbalan berupa pahala.
Jangankan anak kita yang diminta agar diqurbankan untuk Allah SWT, untuk beribadah saja, kita masih berpamrih meminta upah “pahala” kepada Allah SWT.
Dengan memahami arti pertama dari berqurban, maka kita akan lebih memaknai perayaan Idhul Qurban secara lebih khusyuk, tidak sekedar bergembira karena memperoleh bagian dari hewan yang dijadikan qurban.

2.      BERQURBAN ADALAH BERBAGI
Makna lain dari ibadah berqurban adalah “BERBAGI” artinya memberikan sebagian kenikmatan yang kita miliki bagi orang lain yang kurang mampu.
Pada dasarnya perintah berqurban itu ditujukan kepada semua orang. Jika makna awal berqurban adalah kesetiaan, maka perubahan jaman juga menyebabkan pergeseran pengertian yang lebih komprehensif atau luas pengertiannya, yakni membantu orang-orang yang kurang mampu dalam melaksanakan qurban.
Banyak masyarakat di lingkungan kita yang untuk menikmati daging saja harus menunggu saat perayaan Idhul Adha, karena ketidakmampuan ekonomi. Idhul Adha adalah waktu yang tepat, bagi kita yang mampu untuk “berbagi” dengan mereka.
Adapun orang yang dikategorikan mampu dalam hal iniadalah dia yang  tidak perlu orang kaya, karena berqurban bisa dilakukan, orang yang “tidak kaya” yakni dengan cara kolektif atau urunan, yang penting adalah Ikhlas. Tidak ada dalih apapun yang bisa dijadikan sebagai alasan bagi kita untuk tidak berqurban, karena jika kita ingat kesetiaan kepada Allah SWT dan berbagi bagi sesama yang tidak mampu.

3.       BERQURBAN ADALAH KEIKHLASAN
Untuk mampu melaksanakan ibadah qurban, seseorang harus memiliki keikhlasan. Sama dengan berkorban jika seseorang berkorban untuk sesuatu hal yang ia yakini, maka hal itu pasti ia lakukan dengan sukarela tanpa tuntutan atau pamrih.
Untuk dapat bersikap ikhlas, bukan suatu yang mudah, karena pada hakekatnya, manusia sudah terbiasa dengan segala hal yang sifatnya transaksional.
Ikhlas adalah tanpa pamrih, sehingga untuk sesuatu yang dalam perhitungan tidak mendatangkan keuntungan, umumnya sulit untuk diterima. Manusia sudah dikuasai dunia yang serba kapitalis, tidak ada lagi yang gratis, semua harus bayar. Sampai dengan membuat hajat saja, kita diwajibkan untuk membayar.
Pengaruh hal semacam itu dalam kehidupan, telah menggiring kita pada sikap yang sama, yakni pada saat berhubungan dengan Allah SWT. Tidak kurang manusia yang mengejar beribadah karena iming-iming pahala.
Pada ibadah qurban, yang dituntut adalah keikhlasan semata. Tanpa keikhlasan ibadah itu hanya menjadikan manusia yang bertopeng kemunafikan. Bisa dibayangkan seorang yang “merasa” dirinya mampu berqurban, melaksanakan ibadah qurban hanya untuk dipuji oleh orang lain.
Kita menjalankan ibadah apapun, salah satunya ibadah qurban, untuk mencari ridho Allah SWT, menunjukkan kesetiaan kita kepada Allah SWT serta berbagi dengan orang-orang yang tidak mampu, bukan untuk bersaing mencari kepuasan duniawi, dengan berbagai pujian yang malah akan menjerumuskan kita pada kesesatan.
Manusia yang mampu beribadah dengan keikhlasan akan merasakan kenikmatan yang luar biasa, mata hatinya akan terus dibukakan oleh Allah SWT, untuk melihat dan menikmati rasa syukur yang tak habis-habisnya. Nikmatilah kebahagiaan ketika kita suatu saat bisa bertatap mata dan menyerahkan secara langsung sedekah kepada anak yatim, di mata mereka kita bisa melihat, kebesaran dan kasih sayang Allah SWT.

C.    BERQURBAN DENGAN RIDLA ALLAH
Berqurban adalah ibadah, jika dilakukan tanpa didasari dengan iman maka manusia akan merasa menjadi “korban”, karena pada awal tulisan ini, penulis sudah sampaikan, bahwa jika perbuatan apapun bentuknya, jika di dalam hatinya terdapat ketidakrelaan atau ketidakikhlasan, maka perbuatan itu akan menyiksa batinnya. Perbuatan itu dilakukan karena keterpaksaan belaka. Akhirnya “pengorbanan” yang dilakukannya malah menjadikan dirinya sebagai “korban” keterpaksaan.
Ketika seseorang ingin ikut melaksanakan ibadah qurban, ia harus memahami benar bahwa apa yang diberikan bagi orang lain itu akan beralih sepenuhnya, artinya ia harus melepaskan haknya untuk diberikan secara ikhlas kepada orang lain, tanpa ia memiliki hak untuk ikut menikmati atau memintanya kembali.
Kesalahkaprahan yang saat ini terjadi di dalam masyarakat, khususnya umat Islam dalam ibadah qurban adalah antara orang yang berqurban (artinya mereka yang sebenarnya mampu dan berpenghasilan) dengan masyarakat yang menerima qurban saling berebut, ironisnya adalah orang yang akan berqurban sudah memesan kepada petugas yang memotong hewan qurban, bagian-bagian dari tubuh hewan qurban yang ia inginkan.
Kejadian seperti ini dapat kita temukan hampir di semua tempat pemotongan hewan qurban dan seolah-olah hal seperti itu sudah menjadi tradisi bahkan kebiasaan bagi orang yang berqurban.
Jika demikian halnya, dimana letak esensi kita dalam berqurban, bukankah ini adalah contoh yang penulis gambarkan di bab sebelumnya, yakni “berqurban dengan pamrih”
Berqurban bukan sekedar kita mampu dan memiliki uang untuk membeli hewan qurban untuk disembelih dan dibagikan kepada orang lain, lalu perbuatan itu sudah bisa disebut sebagai berqurban.
Janganlah sampai kita berbuat seolah-olah kita sudah beribadah, ternyata perbuatan itu hanya sia-sia, seperti orang yang berangan-angan untuk meng-asin-kan laut dengan membuang garam ke laut, ternyata percuma.
Berqurban identik dengan berkorban. Setiap orang yang berniat untuk melaksanakan ibadah qurban, harus mempersiapkan fisik, mental dan spiritualnya, karena akan ada sesuatu yang hilang atau berkurang pada dirinya pada saat berqurban, misalnya yang paling terasa adalah sejumlah uang yang digunakan untuk membeli hewan qurban atau menahan nafsu untuk tidak menginginkan sedikitpun dari apa yang sudah ia korbankan untuk berqurban. Implementasi berqurban karena mengharap ridla Allah diantaranya:
1.      Menegakkan peribadahan kepada Allah Swt
Allah menjelaskan  bahwa ibadah qurban sebagai salah satu bentuk penegakan perintah dan penyerahan diri kepada-Nya  disertai dengan taqwa dan keikhlasan sebagaimana firman Allah Swt dalam Surat Al Hajj (22) : 37
Artinya : “Daging-daging dan darah (unta) itu sekali-kali tidak dapat mencapai keridla-an Allah Swt, tetapi ketaaqwaan dari kalianlah yang dapat mencapainya “ (Surat Al Hajj : 37)[6]
2.      Ibadah qurban sebagai sarana untuk melaksanakan taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah.
Diawali dengan usaha untuk mengalahkan dorongan hawa nafsu. Sesungguhnya di dalam mengarungi kehidupan, terkadang timbul pemikiran bahwa banyak hal yang belum dilaksanakan dan banyak pula harapan yang belum terlaksana, kini sudah sampai lagi pada bulan Dzulhijjah, bulan dimana setiap muslim diperintahkan melaksanakan pemotongan hewan qurban.
Dengan demikian hendaknya dapat menahan hawa nafsu, dengan menunda kebutuhan-kebutuhan yang tidak terlalu mendesak untuk diarahkan pada pelaksanaan qurban. Sesungguhnya qurban yang diwujudkan dengan pemotongan hewan qurban adalah sebagai lambang dari pemotongan nafsu hayawaniyah, sebagaimana sifat serigala yang merupakan simbol kekejaman dan suka menindas, sifat tikus sebagai lambang dari sifat keji dan kelicikannya, sifat anjing adalah sebagai sifat dari tipu muslihatnya, sifat domba adalah sifat manusia yang suka menghambakan pada manusia.

3.      Ibadah qurban akan mewujudkan rasa persaudaraan, sikap suka menolong terhadap sesama.
Setelah berqurban maka Allah akan melihat keimanan dan ketaqwaanya, dengan demikian Allah SWT akan memberikan rahmat kepada hambanya, sebagaimana firman Allah dalam Alquran surat Ath-Thalaq: 2-3:
Artinya :’... barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya, dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. “(Ath Thalaq : 2-3)[7]
Beruntunglah menjadi muslim yang setiap tahun dapat melaksanakan qurban. Begitu pula sangat beruntung bagi orang-orang Islam yang bisa melaksanakan ibadah haji, karenanya hidupnya, kesehatannya, harta dan ilmunya digunakan untuk perjuangan dan kemajuan Islam. Akhirnya mereka dalam seluruh kehidupannya dapat memberikan kemanfaatan bagi masyarakat, nusa, bangsa dan agama serta dapat menjadi teladan di tengah-tengah masyarakat.

D.    PENUTUP
            Dalam pelaksanaan ibadah qurban sangat sangat dituntut adanya keikhlasan yang tumbuh dari dalam hati, sehingga dengan keikhlasan, ibadah qurban kita akan diterima di sisi Allah Swt. Dengan adanya ritual ibadah qurban, diharapkan dapat menumbuhkan dan mengasah keikhlasan, karena dengan keikhlasan sebagaimana keimanan akan selalu naik dan turun , menguat dan melemah. Oleh sebab itu , tujuan ibadah qurban (juga ibadah yang lainnya) bujan hanya untuk kemaslahatan ukhrowi tapi juga bertujuan bagi kemaslahatan  duniawi.
Minimal ada dua hal yang menjadi esensi manusia dalam melaksanakan ibadah qurban, yaitu :
a.       Dengan berqurban kita menyatakan kesetiaan kita kepada Allah SWT, bahwa walaupun kita telah diberkati dengan rejeki yang cukup atau berlimpah, kita tidak diperbudak oleh uang, kita tetap ingat bahwa di dalam rejeki yang diberikan Allah SWT, ada sebagian kecil milik kaum dhuafa dan anak yatim, sehingga kita wajib berbagi dengan mereka, salah satunya melalui qurban.
b.      Dengan berqurban kita menyatakan keikhlasan kita, dengan mengorbankan sebagian dari kenikmatan yang kita miliki, untuk dinikmati orang yang tidak mampu berqurban, sebagai rasa syukur atas semua kelebihan yang telah diberikan Allah SWT kepada kita selama ini.
Akhirnya marilah kita memohon kehadirat Allah agar qurban yang kita laksanakan dapat berkembang dan membuahkan semangat berqurban, suka menginfaqkan harta benda, ilmu dan tenaganya, waktu sehat, sempat dan seluruh hidupnya kita gunakan untuk menyempurnakan ibadah dan mengharap ridla Allah Swt.
Ibadah kurban mempunyai hikmah untuk membersihkan hati agar menjadi lahan yang subur untuk tumbuhnya iman dan taqwa. Dengan demikian, dimensi keikhlasan sudah seharusnya menjadi landasan setiap amal perbuatan manusia, agar manusia mengorientasikan kehidupannya semata-mata untuk mencapai ridha Allah SWT. Dengan ikhlas beramal, berarti seseorang membebaskan dirinya dari segala bentuk rasa pamrih, agar amal yang diperbuat tidak bernilai semu dan bersifat palsu. Dengan keikhlasan, seseorang dapat mewujudkan amal sejati. Kesejatian setiap amal diukur dari sikap keikhlasan yang melandasinya. Dan kesediaan berkurban yang dilandasi rasa keikhlasan semata-mata, dapat mengurangi atau mengekang sifat keserakahan dan ketamakan manusia untuk berlaku serakah dan tamak, namun kecenderungan itu dapat dieliminir dengan membangkitkan kesadarannya agar bersedia berqurban untuk sesamanya. Kesediaan berkurban mencerminkan adanya pengakuan akan hak-hak orang lain, yang seterusnya dapat menumbuhkan rasa solidaritas sosial yang tinggi.
Semoga amalan kita bertambah dari tahun yang telah lalu dan dosa kita diampunkan oleh Allah SWT. Mari kita gunakan segala peluang yang ada demi menambah bekal akhirat kita sebelum bertemu dengan-Nya di hari yang tidak ada pertolongan lain selain mereka yang menemui-Nya dalam keadaan hati yang bersih dan selamat daripada kekotoran dosa dan noda.
DAFTAR PUSTAKA


Departemen  Agama RI, Al Jumanatil Ali Al Qur’an dan Terjemahnya, Yayasan Penyelenggara Penerjemah/Penafsir Al qur’an, Syaamil Al Qur’an Terjemah Pra-Kata, Syaamil International, 2007


Shihab, Quraish, Membumikan Al Qur’an (Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat), Mixan media Ummat/MMU, Cet. III, 2009


By : Nurhajs (KUA Wonosari Gunungkidul Yogyakarta)



[1] Departemen Agama RI, Al Jumanatil Ali Al Qur’an dan Terjemahnya,Yayasan Penyelenggara Penerjemah/Penafsir Al Qur’an, Syaamil Al qur’an Terjemah Per-kata, Syaamil International, 2007, hlm. 336.
[2] Ibid,  hlm. 602.
[3] Ibid, hlm. 150.
[4]  Ibid, hlm. 61
[5] Quraish Shihab, Quraish, Membumikan Al Qur’an (Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat), (Mixan media Ummat/MMU, Cet. III, 2009), hlm.230.

[6] Ibid, hlm. 336.
[7]  Ibid, hlm. 558.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar